PEMERINTAHAN
Pj Gubernur Tak Kunjung Terbitkan SK, Mutasi 76 Pejabat Lingkup Pemprov NTB Disinyalir Langgar Aturan Mendagri
MATARAM - Pelaksanaan mutasi pada 25 Maret lalu, Pj Gubernur NTB Lalu Gita Ariadi melakukan mutasi terhadap 76 pejabat eselon III dan IV lingkup Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB. Sementara terhitung 22 Maret, dilarang melakukan mutasi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Larangan tersebut tertuang dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016, pada Pasal 71 Ayat 2, berbunyi Gubernur, atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati dan Wali Kota atau Wakil Walikota dilarang melakukan pergantian pejabat 6 Bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali menadapat persetujuan tertulis Menteri.
Aturan ini dipertegas oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) M Tito Karnavian dalam suratnya nomor 100.2.1.3/1575/SJ Perihal Kewenangan Kepala Daerah Pada Daerah yang Melaksanakan Pilkada Dalam Aspek Kepegawaian yang Tertanggal 29 Maret 2024.
Surat itu tertujukan kepada Gubernur/Penjabat Gubernur/, Bupati/Penjabat Bupati, serta Walikota/Penjabat Walikota. Mendagri dalam suratnya menegaskan aturan tersebut berlaku untuk Penjabat Gubernur/Penjabat Bupati dan Penjabat Walikota.
Tanggal penetapan pasangan calon peserta Pilkada tahun ini yaitu 22 september 2024, sehingga larangan mutasi jabatan enam bulan sebelum penetapan pasangan calon adalah pada 22 Maret 2024.
Berdasarkan PKPU Nomor 2 Tahun 2024, tetang Tahapan dan Jadwal Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tahun 2024, Penetapan pasangan calon peserta Pilkada serentak akan berlangsung pada 22 September 2024.
Bagi Kepala Daerah atau Penjabat melanggar regulasi tersebut terancam sanksi. Pasal 71 ayat 5, pertahana bila melanggar ketentuan itu bisa mendapatkan pembatalan atau diskualifikasi sebagai calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
Larangan mutasi Kepala Daerah kepada ASN di undang-undang Pilkada tersebut, merupakan bentuk pencegahan politik politisasi ASN jelang Pilkada serentak 2024.
Apalagi ASN kerap menjadi instrumen yang paling rentan di politisasi untuk memuluskan kepentingan terselubung pertahanan yang kembali menjadi peserta Pilkada
Selain itu juga, agar Kepala Daerah tidak melakukan politisasi birokrasi sebagai calon petahan. Sebab dapat memunculkan potensi ASN jadi korban politisasi kekuasaan.
Mengutip malukuterkini.com, akhir-akhir ini sejumlah bupati dan walikota yang melakukan mutasi ASN pada Jumat 22 Maret 2024 lalu, berbondong-bondong membatalkan surat keputusan pelantikan tersebut.
Alasannya mereka sadar bahwa mutasi dan pelantikan tersebut melanggar undang-undang Nomor 10 tahun 2016 tentang pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota khususnya pasal 71 ayat 2 dan 3.
Salah satunya yakni Bupati Toraja Utara, Provinsi Sulawesi Selatan, Yohanes pasang Yohanes, mengeluarkan SK yang membatalkan pelantikan 147 pejabat Eselon III dan Eselon IV pada Jumat 22 Maret 2024 lalu.
Sekda Toraja Utara, Selvius Pasang mengaku pembatalan SK pelantikan itu karena ada aturan yang dilanggar, yaitu pasal 71 ayat 2 dan 3 undang-undang nomor 10 tahun 2016.
"Yang berhak membatalkan adalah Bupati Toraja untuk itu sendiri pertimbangan dari tim di Pemkab Toraja Utara karena bisa melanggar pasal 71 ayat 2 dan 3 undang-undang nomor 10 tahun 2016 tentang pemilihan gubernur bupati dan walikota," ungkapnya, seperti yang dk kutip ntbpos.com, Kamis 4 April 2024.
Artinya, dengan pelantikan 22 Maret 2024 lalu bisa menjadi sandungan bagi Yohanis Bassang jika nantinya akan maju lagi pada Pilkada serentak Toraja Utara 2024.
"Awalnya kami dari PMK Toraja Utara termasuk kepala BKPSDM Toraja Utara, Cornelia Untung Seru dan dari bidang hukum merasa sudah cocok. Ternyata ada kekeliruan, mohon dimaafkan namanya manusia tidak lepas dari kekhilafan,"katanya.
"Sebagai bentuk Taat aturan maka semua surat keputusan pelantikan atau pengangkatan pada Jumat 22 Maret 2024, dibatalkan, pejabat yang ditunjuk secara otomatis kembali ke posisi jabatan semula,"sambung Selvius.
Demikian halnya dengan mutasi Pemprov yang tak kunjung diberikan SK kepada mereka yang bergeser pada jabatan baru. Ini menjadi risiko bagi Pengguna Anggaran (Kadis) jika yang bersangkutan mutasi tanpa membawa SK.
Dokumen negara yang ditanda tangani oleh pejabat yang baru menjadi tidak sah. Karena pelantikannya dibatalkan. Mestinya balik dulu ke jabatan lama dan mutasi ke jabatan baru setelah dilantik ulang.
Terlebih pejabat baru yang dimutasi ke tempat baru kan harus tanda tangan dokumen pencairan dan lain sebagainya. Artinya akan menjadi ilegal setiap dokumen jika ditandangani seandainya dibatalkan mutasinya. (*)
Via
PEMERINTAHAN
Post a Comment