Kejari Lotim Lakukan "Restorative Justice" Dalam Perkara Penganiayaan
Foto: Kepala Seksi Pidana Umum (Pidum) Kejari Lombok Timur, Ida Made Oka Wijaya, SH. |
LOMBOK TIMUR - (aksarantb.com) -
Kejaksaan Negeri (Kejari) Lombok Timur (Lotim) telah menerbitkan Surat ketetapan penghentian Penuntutan (SKP2), Selasa 21 Desember 2021 dalam perkara tindak pidana penganiayaan.
Penerbitan SKP2 tersebut menandakan kasus pasal sangkaan 351 ayat 1 KUHP atas nama, Wahyu Widodo sebagai pelaku penganiayaan terhadap korbannya, Muhammad H. Fat Bin Rafsiah tidak perlu lagi dilanjutkan ke proses persidangan di Pengadilan.
"Restorative Justice (RJ) sebagai bagian upaya hukum untuk menjadi dasar kedua belah pihak berdamai," terang Kepala Seksi Pidana Umum (Pidum) Kejari Lombok Timur, Ida Made Oka Wijaya, SH.
Ia menegaskan, untuk memperoleh RJ harus terpenuhinya syarat-syarat formal dan merupakan pengejawantahannya yang ada pada legacy formalnya yakni sesuai peraturan Kejaksaan Agung RI No. 15 tahun 2020 tentang penghentian penuntutan berdasarkan restorative.
Menurut Oka, Restorative Justice suatu upaya untuk memulihkan keadaan seperti sedia kala. Syarat mutlak untuk mengajukan RJ diantaranya, tersangkanya baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman pidana tidak lebih dari 5 tahun, kerugiannya tidak lebih dari Rp. 2.5 juta. Dan yang terpenting, ada upaya perdamaian dari kedua belah pihak.
"Korbannya bisa memaafkan dan pelakunya mau membiayai pengobatan. Jadi kita tidak perlu lagi lanjutkan prosesnya ke pengadilan," tegas Oka didampingi Kasi Intel Kejaksaan Negeri Selong, L. Muhammad Rasyidi, SH.
Jika sudah memenuhi syarat, kata Oka, akan diajukan ke Kejati NTB dan Kejagung RI untuk memperoleh persetujuan. Dan kewenangan untuk memutuskan RJ ini memenuhi syarat atau tidak, ada pada policy Kejagung RI.
"Hari ini sudah kami ekspos melalui virtual dan sudah dinyatakan memenuhi syarat RJ. Artinya, penanganan perkara ini sudah dianggap selesai demi hukum atau sudah dinyatakan inkrah. Selanjutnya akan diterbitkan SKP2 (Surat ketetapan penghentian Penuntutan) pada hari ini juga," jelas Oka.
Oka menuturkan kronologis perkara yang terjadi beberapa waktu lalu hingga harus dilakukan RJ oleh Kejari Lotim.
RJ ini dilakukan H-3 tahap kedua atau tepatnya tanggal 13 Desember lalu.
"Kita lakukan proses perdamaian ini untuk dilakukan kesepakatan. Dalam upaya damai itu melibatkan banyak pihak. Selain pelaku dan korban, penyidik dan tokoh-tokoh masyarakat pun dihadirkan," ujarnya.
"Niat baik kedua belah pihak dikonkritkan dalam RJ. Tidak hanya mereka tapi lingkungan setempat pun dapat berdamai,"terangnya.
Peranan kejaksaan tambah Oka, sebagai Dominus Litis yakni sebagai pengendali perkara. Sebab tujuan hukum itu diantaranya kemanfaatan, kepastian dan keadilan.
"Prinsip perdamaian itu sudah tercapai di kejaksaan. Apalagi yang mau diperpanjang. Bahkan itu RJ itu sudah diatur dalam peraturan kejaksaan," tandasnya. (AK-NTB/03)
Post a Comment